Jumat, 23 Desember 2011

Resistensi Hegemoni Laki-Laki dan Kedudukan Perempuan-Perempuan BALI dalam Novel


Sastra adalah karya sastra imajinatif bermedia yang nilai estetikanya bernilai dominan. Melalui karya sastra seorang pengarang bermaksud menyampaikan informasi, gambaran atau pesan tertentu kepada pembaca. Sesuatu yang disampaikan itu biasanya merupakan gagasan tentang kehidupan yang ada di sekitar pengarang.
            Kehidupan manusia tersebut diungkapkan lengkap dengan nilai-nilai yang terkandung didalamnya. Oleh karena itu, karya sastra dapat menambah kekayaan batin setiap hidup dan kehidupan ini. Novel sebagai suatu cerita prosa yang fiktif, yang melukiskan para tokoh, gerak serta dengan adegan nyata representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang kacau atau kusut menjadi salah satu buah karya pengarang untuk mengungkapkan sosio-kultural masyarakat tertentu. Umumnya pada novel terdapat nilai-nilai budaya sosial, moral, dan pendidikan yang akan memotivasi pembaca. Perpaduan tersebut mampu mewakili pengarang dalam mentuangkan hasil karyanaya dalam novel. Beberapa novel karangan Panji Tisna, Putu Wijaya, dan Oka Rusmini mencatat dan merepresentasikan tidak bergesernya nasib perempuan di tengah hegemoni laki-laki, sebagaimana terefleksi  dalam novel Sukreni Gadis Bali, Tarian Bumi, Kenanga,dan Putri I,II. Keadaan perempuan Bali dalam novel tersebut sangat memprihatinkan. Perempuan -perempuan Bali mengalami tindak kekerasan,dianiaya,penjinakan, dan tersiksa baik lahir maupun batinnya. Namun sebenarnya, perjuangan perempuan Bali untuk menyetarakan gender telah dilakukan sejak dulu dengan adanya gerakan Poetri Sadar yang diungkapkan dalam makalah bapak Gede Artawan. Para aktivis perempuan telah berjuang untuk mengangkat harkat dan martabat perempuan di tengah-tengah hegemoni laki-laki yang menganggap remeh perempuan. Namun sampai saat ini belum ada patokan  yang dapat diterima  oleh semua pihak tentang kesetraan gender tersebut.
  Semua karya sastra termasuk novel merupakan sesuatu totalitas yang memiliki tradisi. Tradisi yang dipandang sebagai warisan masa lalu, akan menjadi batu pijakan dan warisan sosial yang digunakan dalam era modernisasi. Dalam rentangan tradisi masa lalu dan masa sekarang terdapat suatu garis lurus. Pencerminan dan realisasi antara masa lalu dan sekarang, terekam dalam novel-novel. Pengarang berusaha menyembunyikan sosok-sosok perempuan yang berinteraksi di dalamnya. Banyak hal yang digali dalam novel-novel tersebut, mulai dari kegiatan upacara, masih adanya penajaman posisi panjak dan ratu, konflik kasta, sampai pada persoalan kultur yang tidak pernah ada jalan keluarnya sehingga memfosil menghambat pemikiran rasional dan pragmatis. Resistensi yang ditampilkan pengarang melalui tokoh-tokoh perempuannya banyak digambarkan, melalui tindak kekerasan baik secara rohani maupun jasmani. Salah satunya pemerkosaan terhadap Sukreni oleh Made Tusan merupakan sebagian bentuk tindakan hegemoni ptriarki laki-laki. Selain itu, juga terdapat dalam novel Oka Rusmini yang menggambarkan tokoh  Luh Intan,Kerta, dan Luh Kerti merupakan hasil dari hubungan seksual di luar lembaga perkawinan, dan masih banyak lagi tindakan tidak manusiawi laki-laki terhadap perempuan yang digambarkan dalam novel.
            Para pengarang novel dan sastrawan sebenarnya telah berusha untuk membentuk suatu konsep dalam dirinya.  Konsep yang menekankan akan adanya suatu kesejajaran gender dalam kehidupan bermasyarakat. Banyak hal yang dapat dilakukan oleh para pemerhati sastra dan perempuan pada khususnya. Seperti yang dilakukan salah satu sastrawan yang juga berprofesi sebagai dosen, Bapak Artawan. Beliau merumuskan suatu permaslahan mengenai perempuan yang dituangkan dalam seminar yang diadakan di Bentara Budaya. Makalah yang dibuat beliau, sangat relevan dan sesuai dengan kondisi sosial masyarakat kita. Hal-hal semacam ini sangat baik dan patut untuk dipertahankan di tengah-tengah ketimpangan yang terjadi di masyarakat. Sudah sepatutnya, kita sebagai generasi muda mulai berfikir kritis dan selalu berkarya untuk menghasilkan ide-ide yang cemerlang dalam peningkatan di berbagai aspek kehidupan.     
Ada beberapa hal yang mungkin menyebabkan kurang sempurnanya suatu pandangan pengarang ahli sastra. Tentu para ahli sastra memiliki alasan tersendiri dalam menuangkan gagasan tentang novel sehingga tidak menutup kemungkinan muncul banyak pandangan mengenai novel. Dalam hal ini perlu adanya perpaduan antara pandangan beberapa pengarang ahli sastra guna menelurkan pandangan yang tepat  mengenai novel.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar