Sastra adalah karya sastra imajinatif bermedia
yang nilai estetikanya bernilai dominan. Melalui karya sastra seorang pengarang
bermaksud menyampaikan informasi, gambaran atau pesan tertentu kepada pembaca.
Sesuatu yang disampaikan itu biasanya merupakan gagasan tentang kehidupan yang
ada di sekitar pengarang.
Kehidupan
manusia tersebut diungkapkan lengkap dengan nilai-nilai yang terkandung
didalamnya. Oleh karena itu, karya sastra dapat menambah kekayaan batin setiap
hidup dan kehidupan ini. Novel sebagai suatu cerita prosa yang fiktif, yang
melukiskan para tokoh, gerak serta dengan adegan nyata representatif dalam
suatu alur atau suatu keadaan yang kacau atau kusut menjadi salah satu buah
karya pengarang untuk mengungkapkan sosio-kultural masyarakat tertentu. Umumnya pada novel terdapat nilai-nilai budaya sosial, moral, dan
pendidikan yang akan memotivasi pembaca. Perpaduan tersebut mampu mewakili
pengarang dalam mentuangkan hasil karyanaya dalam novel. Beberapa novel karangan Panji Tisna, Putu Wijaya, dan Oka Rusmini mencatat
dan merepresentasikan tidak bergesernya nasib perempuan di tengah hegemoni
laki-laki, sebagaimana terefleksi dalam
novel Sukreni Gadis Bali, Tarian Bumi, Kenanga,dan Putri I,II. Keadaan
perempuan Bali dalam novel tersebut sangat memprihatinkan. Perempuan -perempuan
Bali mengalami tindak kekerasan,dianiaya,penjinakan, dan tersiksa baik lahir
maupun batinnya. Namun sebenarnya, perjuangan perempuan Bali untuk menyetarakan
gender telah dilakukan sejak dulu dengan adanya gerakan Poetri Sadar yang
diungkapkan dalam makalah bapak Gede Artawan. Para aktivis perempuan telah
berjuang untuk mengangkat harkat dan martabat perempuan di tengah-tengah
hegemoni laki-laki yang menganggap remeh perempuan. Namun sampai saat ini belum
ada patokan yang dapat diterima oleh semua pihak tentang kesetraan gender
tersebut.
Semua karya sastra termasuk novel merupakan
sesuatu totalitas yang memiliki tradisi. Tradisi yang dipandang sebagai warisan
masa lalu, akan menjadi batu pijakan dan warisan sosial yang digunakan dalam
era modernisasi. Dalam rentangan tradisi masa lalu dan masa sekarang terdapat
suatu garis lurus. Pencerminan dan realisasi antara masa lalu dan sekarang,
terekam dalam novel-novel. Pengarang berusaha menyembunyikan sosok-sosok
perempuan yang berinteraksi di dalamnya. Banyak hal yang digali dalam
novel-novel tersebut, mulai dari kegiatan upacara, masih adanya penajaman
posisi panjak dan ratu, konflik kasta, sampai pada persoalan kultur yang tidak
pernah ada jalan keluarnya sehingga memfosil menghambat pemikiran rasional dan
pragmatis. Resistensi yang ditampilkan pengarang melalui tokoh-tokoh
perempuannya banyak digambarkan, melalui tindak kekerasan baik secara rohani
maupun jasmani. Salah satunya pemerkosaan terhadap Sukreni oleh Made Tusan
merupakan sebagian bentuk tindakan hegemoni ptriarki laki-laki. Selain itu,
juga terdapat dalam novel Oka Rusmini yang menggambarkan tokoh Luh Intan,Kerta, dan Luh Kerti merupakan hasil
dari hubungan seksual di luar lembaga perkawinan, dan masih banyak lagi
tindakan tidak manusiawi laki-laki terhadap perempuan yang digambarkan dalam
novel.
Para pengarang novel dan sastrawan
sebenarnya telah berusha untuk membentuk suatu konsep dalam dirinya. Konsep yang menekankan akan adanya suatu
kesejajaran gender dalam kehidupan bermasyarakat. Banyak hal yang dapat
dilakukan oleh para pemerhati sastra dan perempuan pada khususnya. Seperti yang
dilakukan salah satu sastrawan yang juga berprofesi sebagai dosen, Bapak
Artawan. Beliau merumuskan suatu permaslahan mengenai perempuan yang dituangkan
dalam seminar yang diadakan di Bentara Budaya. Makalah yang dibuat beliau,
sangat relevan dan sesuai dengan kondisi sosial masyarakat kita. Hal-hal
semacam ini sangat baik dan patut untuk dipertahankan di tengah-tengah
ketimpangan yang terjadi di masyarakat. Sudah sepatutnya, kita sebagai generasi
muda mulai berfikir kritis dan selalu berkarya untuk menghasilkan ide-ide yang
cemerlang dalam peningkatan di berbagai aspek kehidupan.
Ada
beberapa hal yang mungkin menyebabkan kurang sempurnanya suatu pandangan
pengarang ahli sastra. Tentu para ahli sastra memiliki alasan tersendiri dalam
menuangkan gagasan tentang novel sehingga tidak menutup kemungkinan muncul
banyak pandangan mengenai novel. Dalam hal ini perlu adanya perpaduan antara
pandangan beberapa pengarang ahli sastra guna menelurkan pandangan yang tepat mengenai novel.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar