Pro-kontra tentang penyelenggaraan Ujian Nasional (UN) telah
lama terdengar. Bahkan setiap tahun menjelang pelaksaan UN suara sumbang itu
selalu menghiasi pemberitaan media massa. Suara-suara sumbang itu tidak hanya
terjadi sejak UN diberlakukan, tetapi telah juga disuarakan oleh berbagai pihak
sejak zaman Ebtanas dengan system NEM diberlakukan. Apa artinya ini? Isu
pendidikan nasional yang paling rnutakhir muncul adalah berkenaan dengan
pelaksanaan Ujian Nasional yang cukup rnenghebohkan dan menimbulkan reaksi pro
dan kontra dari berbagai kalangan. Mengenai hal tersebut, menurut pandangan
saya,pelaksanaan UN perlu pertimbangan yang lebih matang. Banyak permasalahan-permasalahan
yang muncul karena pelaksanaan UN tetap dipaksakan. Hal ini terbukti dengan mencuatnya
gejala-gejala kekurangpercayaan masyarakat terhadap ujian nasional, seperti
kebocoran soal ujian, kecurigaan dalam penyelengaraan, berkembangnya polemik antara
tuntutan ujian ulangan bagi yang tidak lulus, adanya tim suskses, penghapusan
ujian nasional, dan sebagainya yang terus bergema. Dengan kata lain,saya kurang
setuju dengan pelaksanaan UN jika system yang diberlakukan belum diperbaiki.
Pemerintah tetap
ngotot tanpa menghiraukan desakan masyarakat, para pakar, lembaga swadaya
masyarakat, dan organisasi masyarakat. Sebenarnya hal itu tidak perlu terjadi
apabila penyelenggaraan ujian nasional itu berada dalam koridor
perundang-undangan dan paradigma konsep-konsep pendidikan. Ujian nasional telah
keluar dari koridor paradigma pendidikan dan malah bertentangan dengan Undangu-Undang
Dasar. Alasan klasik yang disarnpaikan oleh pemerintah adalah dalam upaya
meningkatkan mutu pendidikan nasional demi peningkatan mutu sumber daya
manusia. Siapapun pasti bakal setuju akan niat tersebut, namun tepatkah ujian
nasional dilaksanakan sebagai upaya meningkatkan mutu pendidikan, serta
memotivasi pendidik dan peserta didik dalam kondisi pendidikan yang sangat
beragarn di seluruh tanah air?, dalam kondisi sarana pendidikan sangat kurang?,
dalam kondisi anggaran yang moratmarit, dalam kondisi masyarakat sebagian besar
kurang mampu. Dalam kondisi bangunan sekolah rusak berat, dalam kondisi guru
dan tenaga kependidikan lainnya sangat kurang jumlahnya, kurang bermutu dan
kurang sejahtera. Kita sernua setuju bahwa diperlukan upaya untuk menata
pemetaan mutu pendidikan nasional seluruh kawasan Indonesia. Namun dengan alat
apa, dengan dasar apa, dan manajemen yang bagaimana, semua harus sesuai. dengan
kaidah paradigma pendidikan dan peraturan yang telal digariskan. Menurut
pendapat saya, pelaksanaan UN yang
menyeragamkan standar mutu untuk semua sekolah dari Sabang sampai Meraoke
tidaklah tepat. Ukuran Jakarta tidak bisa dipakai untuk ukuran Papua atau
Maluku, misalnya karena potensi geografis, potensi cultural, potensi Sumber
Daya Manusia, serta kelengkapan sarana dan prasarana berbeda. Oleh karena itu,
mengenakan ukuran baju Jakarta untuk provensi lain dinilai kurang tepat, karena
setiap daerah memiliki ukuran dan corak bajunya tersendiri, yang justru di
situlah letak kekuatannya.
Pemerintah memberikan peluang bagi
siswa peserta UN yang tidak lulus UN utama, disediakan waktu untuk mengikuti
ujian ulangan. Dalam bahasa guru, ini diidentikkan dengan remidi untuk UN.
Hanya remidi ini kurang jelas arahnya. Karena secara logika, siswa yang telah
menyelesaiakan program semestinya langsung lulus, sebagaimana juga mahasiswa
pada era 80-an, walaupun mata mata kuliahnya sudah habis, bisa tidak lulus
gara-gara ujian komprehensiff yang hanya 2 SKS menjadi mesin pembunuh. Gelar
sarjana yang sudah di depann mata, pupus karena tidak lulus ujian komprehensif.
Ini adalah kecelakaan di depan pintu surga.
Dalam hal ini kita tidak bisa
menyalahkan satu pihak manapun, baik pada diri siswa, guru, sekolah maupun
pemerintah. Saya akan tetap menolak diadakannya UN, jika sistem yang diterapkan
pemerintah masih belum diperbaiki ke arah yang lebih baik. Adalah hak pemerintah untuk menyatakan bahwa
Ujian Nasional dimaksudkan sebagai upaya meningkatkan mutu pendidikan nasional,
akan tetapi menurut pandangan saya, hal yang lebih penting dan harus
mendapatkan prioritas adalah pembenahan hal-hal yang menjadi soko guru
pendidikan nasional, seperti memenuhi anggaran sebagairnana diamanatkan oleh
Undang-undang Dasar, melengkapi sarana pendidikan, rnenyediakan sumber belajar.
Membenahi guru dan tenaga kependidikan lainnya juga perlu diperhatikan, guru
lebih mempersiapkan diri untuk memberikan pengajaran kepada peserta didik, dan
peserta didik itu sendiri sadar akan tuntutan era globalisasi yang semakin
menyatu dengan sosial budaya kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar